Sunday 25 September 2011

Anak-Anak Hanya Perhiasan Dunia


Allah Subhannahu Ta’ala berfirman:
ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا‌ۖ
“Harta dan anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia “(QS. Al-Kahfi:46)
Ya tentu saja, anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Betapa jiwa kita merasa bahagia menyaksikan mereka dan hati pun bergembira saat bercanda ria dengan mereka.
Namun waspadalah, sebab anak adalah fitnah (ujian).
Dan Allah Subhannahu Ta’ala berfirman:
إِنَّمَآ أَمۡوَٲلُكُمۡ وَأَوۡلَـٰدُكُمۡ فِتۡنَةٌ۬‌ۚ وَٱللَّهُ عِندَهُ ۥۤ أَجۡرٌ عَظِيمٌ۬
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS. At-Taghaabun:15)
Jangan kita terpedaya!
Anak, kadang membuat seorang hamba menjadi angkuh dan tidak mensyukuri nikmat Allah Subhannahu Ta’ala. Ia menjadi angkuh dan berbangga diri karena anaknya, merasa paling tinggi dari orang lain. Ia sombong dan takabbur, bahkan merendahkan orang lain dan berlaku aniaya. Maka hal itu hanya mengantarkannya ke neraka.
Semak firman Allah Subhannahu Ta’ala berikut ini:
(وَمَآ أَرۡسَلۡنَا فِى قَرۡيَةٍ۬ مِّن نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتۡرَفُوهَآ إِنَّا بِمَآ أُرۡسِلۡتُم بِهِۦ كَـٰفِرُونَ (٣٤
(وَقَالُواْ نَحۡنُ أَڪۡثَرُ أَمۡوَٲلاً۬ وَأَوۡلَـٰدً۬ا وَمَا نَحۡنُ بِمُعَذَّبِينَ (٣٥
(قُلۡ إِنَّ رَبِّى يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ (٣٦
وَمَآ أَمۡوَٲلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَـٰدُكُم بِٱلَّتِى تُقَرِّبُكُمۡ عِندَنَا زُلۡفَىٰٓ إِلَّا مَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَـٰلِحً۬ا فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ
(لَهُمۡ جَزَآءُ ٱلضِّعۡفِ بِمَا عَمِلُواْ وَهُمۡ فِى ٱلۡغُرُفَـٰتِ ءَامِنُونَ (٣٧

Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata:”Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya”.
Dan mereka berkata:”Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan di azab”.
Katakanlah:”Sesungguhnya Rabb-ku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikendaki-Nya), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, merekalah itu yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam jannah). (QS. Saba’: 34-37)
Anak, kerap kali mendorong ayah untuk meghalalkan usaha yang haram. Demi masa depan anak katanya…
Ia pun berusaha keras mengumpulkan wang sebanyak-banyaknya, dengan segala cara, sekalipun ia harus mendzhalimi yang lemah, memusuhi manusia atau memutus tali silaturrahim.

Anak, kadang membuat seorang hamba menjadi kikir dan penakut. Saat ingin bersedekah, syaitan yang datang kepadanya seraya berkata,”Anakmu tadi minta ini dan itu! Maka demi anaknya, ia pun urung menginfakkan hartanya di jalan Allah Subhannahu Ta’ala. Padahal yang diminta oleh anaknya itu bukanlah suatu keperluan primer.

Benarlah sabda Rasulullah Sholallahu ‘alahi Wassallam:
“Sesungguhnya anak bisa membuat seseorang menjadi bakhil, penakut, jahil dan bersedih.” (HR. Al-Hakim (5284) dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jaami’(1990))

Ketika ia harus mengatakan kalimat yang hak, ia berfikir dua kali. Ia takut petaka akan menimpa dirinya dan anak kesayangannya. Ia pun memilih diam daripada menyampaikan kebenaran.
Ketika anak jatuh sakit, rasa iba mendorong orang tua bertindak bodoh, melanggar syari’at agama dengan ucapan maupun perbuatannya, mengugat takdir Allah dan tidak menerima ketetapan-Nya. Ia pun membawa anaknya ke dukun padahal Nabi melarang pebuatannya itu.

Yang parah lagi, ada pula anak yang mendorong orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran, Wallaahul musta’an.

Perhatikanlah orang yang tertipu disebabkan anak-anaknya dan tidak mensyukuri nikmat Allah ini! Ia adalah seorang kafir Makkah bernama Khalid bin Mughirah. Allah Subhannahu Ta’ala berkata tentangnya:
Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian.
Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak,
dan anak-anak yang selalu bersama dia,
dan Ku-lapangkan baginya (rezki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya,
kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya.
Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’an).
Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (QS. Al-Muddatstsir: 11-17)
Dia adalah lelaki yang dikarunia anak-anak dan Allah menjadikan ia selalu bersama mereka untuk mengais rezki. Bahkan rezki lah yang mengelilinginya. Dan anak-anaknya senantiasa berada di sisi nya menjadi hiburan baginya. Walau demikian, ia tidak mensyukuri nikmat Allah, bahkan dibalasnya dengan kekufuran.
Akibatnya, Allah Subhannahu Ta’ala berfirman:
Aku akan memasukkannya ke dalam Saqar.
Tahukah kamu apa (naar) Saqar itu
Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan.
(Naar Saqar) adalah pembakar kulit manusia. (QS. Al-Muddatstsir: 26-29)

Lalu bagaimana caranya agar kita terhindar dari fitnah (godaan) ini?
Jadikanlah cinta pertama kita untuk Allah Subhannahu Ta’ala. Jadikan manusia yang paling kita cintai adalah Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah dalam mengurus mereka.

Rasulullah mengajarkan bahwa di antara yang dapat menghapuskan keburukan akibat godaan anak adalah mengerjakan solat, puasa, sedeqah dan beramar ma’ruf nahi munkar. Rasulullah Sholollahu ‘alahi Wassallam bersabda:
“Gangguan menimpa seseorang disebabkan keluarga, harta, anak, diri dan tetangganya dapat dihapuskan oleh puasa, solat, sedeqah dan beramar ma’ruf nahi munkar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hidup Bermasyarakat

            Hidup bermasyarakat seringkali membuat kita harus waspada dan menahan diri. Tentu, karena hidup dengan sejumlah orang yang masing-masing keinginan dan pendapatnya berbeda-beda. Tak bisa dipungkiri hidup bermasyarakat akan senantiasa menemui berbagai gesekan. Gesekan-gesekan kecil itu bisa saja berubah menjadi sebuah bencana yang dahsyat bila tak ada saling pengertian dan saling memberikan nasihat. Seseorang yang menghisap rokok di sebuah bis, asapnya akan membuat batuk penumpang lain. Mungkin karena takut atau segan menasihati, mereka akhirnya memilih diam  tidak menasihati perokok tersebut, meski dirinya kesal. Sehingga di sini diperlukan sikap tahu diri dan perlu ada yang menasihatinya. Karena bila itu dibiarkan kemungkinan akan menyebabkan sakit semua penumpang. Harus ada saling pengertian di antara individu masyarakat.
            Sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a.: “Seorang mu’min yang bergaul dengan masyarakat dan sabar atas rintangan mereka, lebih baik daripada orang yang tidak bergaul dengan masyarakat (menyendiri) serta tidak sabar atas rintangan mereka.” Dengan demikian, sebagai manusia kita tak bisa hidup menyendiri. Adalah suatu sunatullah bila akhirnya setiap individu itu hidup berkumpul dengan individu lain dalam sebuah komunitas yang dinamakan masyarakat. Dalam hal ini tentu saja, sesuai dengan sabda Rasul tadi, bahwa kita harus bisa bersabar atas rintangan yang dibuat oleh individu lain. Dan berusaha untuk memberikan nasihat, bila tak menghendaki kerusakan.
            Dalam pandangan Islam, sebuah masyarakat adalah kumpulan individu yang berinteraksi secara terus menerus, yang memiliki satu pemikiran, satu perasaan dan di bawah aturan yang sama. Sehingga di antara mereka akan terjalin hubungan yang harmonis. Bila ada sebagain anggota masyarakat yang menderita, serta merta individu yang lain menolongnya dengan sekuat tenaga. Begitu pun ketika ada salah seorang anggota masyarakat yang melakukan tindak kriminal, serta merta pula individu yang lain menegur dan menasihatinya dan negara berhak memberikan sanksi bila itu menyebabkan teraniayanya individu lain.
Rasulullah pernah memberikan perumpaan yang bagus tentang hidup bermasyarakat ini. Sebuah masyarakat itu diibaratkan sekumpulan orang yang sedang naik kapal yang besar. Ada sebagian individu berada di bawah kapal, dan sebagian yang lain berada di atasnya. Sehingga bila seseorang yang berada di bagian bawah ingin mengambil air, ia harus naik tangga dan melewati orang-orang yang ada di bagian atas kapal. Celakanya, bila mereka nekat memilih jalan pintas, yakni melubangi lambung kapal untuk mendapatkan air, bila hal itu tidak dicegah oleh penumpang lain, maka akan tamatlah seluruh penumpang kapal tersebut. Perumpamaan yang bagus. Yang tentu saja memberikan gambaran kepada kita, bahwa hidup bermasyarakat itu memang banyak tantangannya. Sayangnya, hidup bermasyarakat yang digambarkan oleh Rasulullah saw itu tak terdapat dalam masyarakat kita sekarang ini yang cenderung individualistis dan liar. Kalau pun ada hanya beberapa saja yang memahami perlunya hidup bermasyarakat yang benar.
            Masyarakat bukan hanya kumpulan individu semata yang tak memiliki aturan. Yang bebas berbuat apa saja semau mereka. Jelas hal ini tidak diajarkan oleh Rasulullah. Ukhuwah yang benar dan baik justeru adalah saling memberikan nasihat kebaikan. Firman Allah swt.: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan saling menasihati dalam mentaati kebenaran dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).